Frans, 56 tahun, dengan perutnya yang gendut yang kebanyakan minum bir, kepalanya mulai botak dan sudah menduda selama 10 tahun. Setelah rumahnya dijual untuk membayar hutang judinya, dia terpaksa datang dan menginap di rumah putranya yang berumur 28 beserta menantu perempuannya. Sekarang dia harus menghabiskan waktunya dengan pasangan muda tersebut sampai dia dapat menemukan sebuah rumah kontrakan untuknya.
Diketuknya pintu depan dan Ester, menantu perempuannya yang berumur 24 tahun, muncul dengan memakai celana pendek putih dan kemeja biru dengan hanya tiga kancing atasnya yang terpasang, memperlihatkan perutnya yang rata. Rambutnya yang berombak tergerai sampai bahunya dan mata indahnya terbelalak menatapnya.
“Papi, aku pikir Papi baru datang besok, mari masuk”, katanya sambil berbalik memberi Frans sebuah pemandangan yang indah dari pantatnya.
Dengan tingginya yang 175 itu, dia terlihat sangat cantik. Dia mempunyai figur sempurna yang membuat lelaki mana pun akan bersedia mati untuk dapat bercinta dengannya.
“Johan masih di kantor, sebentar lagi pasti pulang.”
“Kupikir aku hanya tidak mau ketinggalan bus”, kata Frans sambil duduk.
“Tidak apa-apa”, jawab Ester sambil membungkuk ke depan untuk mengambil sebuah mug di atas meja kopi.
Dengan hanya tiga kancing yang terpasang, itu memberi Frans sebuah pemandangan yang bagus akan payudaranya, kelihatan sempurna. Memperhatikan hal tersebut menjadikan Frans ereksi dengan cepat, dan dia harus lebih berhati-hati untuk menyembunyikan reaksi tubuhnnya. Ester duduk di sofa di depan Frans dan menyilangkan kakinya, memperlihatkan pahanya yang indah. Posisi duduknya yang demikian membuat pusarnya terlihat jelas ketika dia mulai bertanya pada Frans tentang perjalanannya dan bagaimana keadaannya.
“Perjalanan yang melelahkan”, Frans menjawab sambil matanya menjelajahi dari kepala hingga kaki pada keindahan yang sedang duduk di depannya.
Sudah lebih dari 5 tahun sejak Frans berhubungan seks untuk terakhir kalinya. Setelah isterinya meninggal, Frans sering mencari wanita panggilan. Tetapi hal itu semakin membuat hutangnya menumpuk, dan dia tidak mampu lagi untuk membayarnya. Ester menyadari kalau kemejanya memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya pada mertuanya, maka dia dengan cepat segera membetulkan kancing kemejanya.
“Aku harus ke atas, mandi dan segera menyiapkan makan malam. Anggap saja rumah sendiri”, katanya sambil berjalan naik ke tangga.
Mata Frans mengikuti pantat kencangnya yang bergoyang saat berjalan di atas tangga dan dia tahu bahwa dia memerlukan beberapa ‘format pelepasan’ dengan segera. Kemudian telepon berbunyi. Frans mengangkatnya.
“Halo”
“Hallo, ini Papi ya?”, itu Johan.
“Ya Jo”, jawab Frans.
“Pi, aku khawatir harus meninggalkan Papi untuk urusan bisnis dan mungkin nggak akan kembali sampai Senin. Ada keadaan darurat. Maafkan aku soal, ini tapi Papi bisa kan bilang ini ke Ester, aku harus mengejar pesawat sekarang. Maafkan aku tapi aku akan telepon lagi nanti”.
Mereka saling mengucapkan salam lalu menutup teleponnya. Lalu Frans memutuskan untuk menaruh koper-kopernya. Dia berjalan ke atas, melewati kamar tidur utama, terdengar suara orang yang sedang mandi. Frans menaruh koper-kopernya dan pelan-pelan membuka pintu kamar tidur itu lalu menyelinap masuk. Ada sepasang celana jeans berwarna biru di atas tempat tidur, dan sebuah atasan katun berwarna putih.
Frans mengambil atasan itu dan menemukan sebuah pakaian dalam wanita di bawahnya. Ini sudah cukup. Diambilnya celana dalam itu, membuka resluiting celananya, dan mulai menggosok kemaluannya dengan itu. Jantungnya berdebar mengetahui bahwa menantu perempuannya sedang berada di kamar mandi di sebelahnya selagi dia sedang menggunakan celana dalamnya untuk ‘sarana pelepasan’ dirinya. Dipercepatnya gerakannya sambil mencoba membayangkan seperti apa Ester saat di atas tempat tidur, dan bagaimana rasanya mendapatkan Ester bergerak naik turun pada penisnya.
Frans hampir dekat dengan klimaksnya ketika dia mendengar suara dari kamar mandi berhenti. Dengan cepat Frans meletakkan pakaian itu ke tempatnya semula dan keluar dari kamar itu. Dia menutup pintunya, tapi masih membiarkannya sedikit terbuka. Baru saja dia keluar, Ester muncul dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang membungkus tubuhnya. Frans bisa langsung orgasme hanya dengan melihatnya dalam balutan handuk itu, lalu dia tahu dia akan mendapatkan yang lebih baik lagi.
Ester melepas handuknya, membiarkannya jatuh ke lantai, tidak mengetahui kalau mertuanya yang terangsang sedang mengintip tiap geraknya. Dia mendekat ke pintu, saat dia pertama kali melihatnya Frans memperoleh sebuah pemandangan yang sempurna dari pantat yang sangat indah itu. Kemudian Ester memutar tubuhnya yang semakin mempertunjukkan keindahannya. Vaginanya terlihat cantik sekali dihiasi sedikit rambut dan payudaranya kencang dan sempurna, seperti yang dibayangkan Frans. Dia mulai mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk, membuat payudaranya sedikit tergoncang dari sisi ke sisi. Frans menurunkan salah satu kopernya dan menggunakan tangannya untuk mulai mengocok penisnya lagi. Ester yang selesai mengeringkan rambutnya, mengambil celana dalamnya dan membungkuk ke depan untuk memakainya.
Saat melakukannya, Frans mendapatkan sebuah pemandangan yang jauh lebih baik dari pantatnya, dan dia tidak lagi mampu mengendalikan dirinya, dia bisa langsung masuk ke dalam sana dan menyetubuhinya dari belakang. Lubang anusnya yang berwarna merah muda terlihat sangat mengundang ketika pikiran Frans membayangkan apa Ester mengijinkan putranya memasukkan penisnya ke dalam lubang itu. Ketika dia membungkuk untuk memakai jeansnya, gravitasi mulai berpengaruh pada payudaranya. Penglihatan ini mengirim Frans ke garis akhir, saat dia menembakkan spermanya ke seluruh celana dalamnya. Pelan-pelan Frans mengemasi baarang-barangnya dan dengan cepat memasuki kamarnya sendiri untuk berganti pakaian.
Sesudah makan malam, mereka berdua pergi ke ruang keluarga untuk bersantai.
“Kenapa tidak kita buka sebotol wine. Aku menyimpannya untuk malam ini buat Johan tapi karena sekarang dia tidak pulang sampai hari Senin, kita bisa membukanya”, kata Ester sambil berjalan ke lemari es.
“Ide yang bagus”, jawab Frans memperhatikan Ester membungkuk ke depan untuk mengambil botol wine.
Ketika Ester mengambil gelas di atas rak, atasan putihnya tersingkap ke atas, memberi sebuah pandangan yang bagus dari tubuhnya. Atasannya menjadikan payudaranya terlihat lebih besar dan jeansnya menjadi sangat ketat, memperlihatkan lekukan tubuhnya. Frans tidak bisa menahannya lagi. Dia harus bisa mendapatkannya. Sebuah rencana mulai tersusun dalam otak mesumnya.
Dua jam berbicara dan mulai mabuk saat alkohol mulai menunjukkan efeknya pada Ester. Dengan cepat topik pembicaraan mengarah pada pekerjaan dan bagaimana Ester sedang mengalami stress belakangan ini.
“Kenapa kamu tidak mendekat kemari dan aku akan memijatmu”, tawar Frans.
Ester dengan malas berkata ya dan pelan-pelan mendekat pada Frans dan berbalik pada punggungnya lalu tangan Frans mulai bekerja pada bahunya.
“Oohh, ini sudah terasa agak baikan”, dia merintih.
Frans tetap memijat bahunya ketika perasaan mendapatkan Ester mulai mengaliri tubuhnya, membuat penisnya mengeras. Mata Ester kini terpejam saat dia benar-benar mulai menikmati apa yang sedang dilakukan Frans pada bahunya. Pantatnya kini berada di atas penis Frans, membuat Frans ereksi penuh.
“Oohh, aku tidak bisa percaya bagaimana leganya perasaan ini, Papi sungguh baik”.
“Ini keahlianku”, jawab Frans saat dia pelan-pelan mulai menggosokkan penisnya ke pantat Ester.
Ester menyadari apa yang sedang terjadi. Dia tidak menghiraukan apa yang Frans lakukan dengan pijatannya yang mulai ‘salah’ itu. Dia sangat mencintai suaminya dan tidak pernah akan mengkhianati dia. Dan bayangan tidur dengan mertuanya sangat menjijikkannya. Dia meletakkan kedua tangannya pada kaki Frans saat mencoba untuk melepaskan dirinya dari penis Frans. Tapi dengan gerakan malasnya, hanya menyebabkannya menggerakkan pantatnya naik turun selagi dia menggunakan tangannya untuk menggosok paha Frans. Tahu-tahu dia merasa sangat bergairah, dan dia ingin Johan ada di sini agar dia bisa segera bercinta dengannya. Frans tahu bahwa dia telah mendapatkannya.
“Ini mulai terasa tidak nyaman untuk aku, kenapa kita tidak pergi saja ke atas”, ajak Frans.
“Baiklah, aku belum merasa lega benar, tapi sebentar saja ya, sebab aku tidak mau membuat Papi lelah”.
Ketika mereka memasuki kamar tidur, Frans memintanya untuk membuka atasannya agar dia bisa menggosokkan lotion ke punggungnya. Dia setuju melepasnya dan dia memperlihatkan bra putihnya yang menahan payudaranya yang sekal. Gairahnya terlihat dengan puting susunya yang mengeras yang dengan jelas terlihat dari bahan bra itu. Apa yang Ester kenakan sekarang hanya bra dan jeans ketatnya, yang hampir tidak muat di pinggangnya. Ester rebah pada perutnya ketika Frans menempatkan dirinya di atas pantatnya.
“Begini jadi lebih mudah untukku”, kata Frans saat dia dengan cepat melepaskan kemejanya dan mulai untuk menggosok pinggang dan punggung Ester bagian bawah. Alkohol telah berefek penuh pada Ester ketika dia memejamkan matanya dan mulai jatuh tertidur.
“Oohh Johan”, dia mulai merintih.
Frans tidak bisa mempercayainya. Di sinilah dia, setelah 5 tahun tanpa seks, di atas tubuh menantu perempuannya yang cantik dan masih muda dan yang dipikirnya dia adalah suaminya. Pelan-pelan dilepasnya celananya sendiri, dan membalikkan tubuh Ester. Frans pelan-pelan mencium perutnya yang rata saat dia mulai melepaskan jeans Ester dengan perlahan. Vagina Ester kini mulai basah saat dia bermimpi Johan menciumi tubuhnya.
Dengan hati-hati Frans melepas jeansnya dan mulai menjalankan ciumannya ke atas pahanya. Ketika dia mencapai celana dalam yang menutupi vaginanya, dia menghirup bau harumnya, dan kemudian sedikit menarik ke samping kain celana dalam yang kecil itu dan mencium bibir vagina merah mudanya. Vaginanya lebih basah dari apa yang pernah Frans bayangkan. Ester menggerakkan salah satu tangannya untuk membelai payudaranya sendiri, sedang tangan yang lainnya membelai rambut Frans.
“Oohh Johan”, dia merintih ketika sekarang Frans menggunakan lidahnya untuk menyelidiki vaginanya. Penisnya akan meledak saat dia mulai menjalankan ciumannya ke atas tubuhnya.
“Jangan berhenti”, bisik Ester.
Dia sekarang menggerakkan penisnya naik turun di gundukannya, merangsangnya. Hanya celana dalam putih kecil yang menghalanginya memasuki vaginanya. Frans lebih melebarkan paha Ester, dan kemudian mendorong celana dalam itu ke samping saat dia menempatkan ujung penisnya pada pintu masuknya. Pelan-pelan, di dorongnya masuk sedikit demi sedikit ketika Ester kembali mengeluarkan sebuah rintihan lembut.
Sudah sekian lama dia menantikan sebuah persetubuhan yang panas, dan sekarang dia sedang dalam perjalanan ‘memasuki’ menantu perempuannya yang cantik. Dia menciumi lehernya saat menusukkan penisnya keluar masuk. Dia mulai meningkatkan kecepatannya, saat dia melepaskan branya. Frans mencengkeram kedua payudara itu dan menghisap puting susunya seperti bayi. Perasaan ini tiba-tiba membawa Ester kembali pada kenyataan saat dia membuka matanya. Dia tidak bisa percaya apa yang dia lihat. Mertuanya sedang berada di atas tubuhnya, mendorong keluar masuk ke vaginanya dengan gerakan yang mantap, dan yang paling buruk dari semua itu, dia membiarkannya terjadi begitu saja.
Frans melihat matanya terbuka, maka dia memegang kaki Ester dan meletakkannya di atas bahunya dengan jari kakinya yang menunjuk lurus ke atas. Kini dia menyetubuhinya untuk segala miliknya yang berharga.
“Oh tidak.. Hentikan.. Oh.. Tuhan.. Kita tidak boleh.. Tolong.. Oohh”, Ester berteriak. Payudaranya terguncang seperti sebuah gempa bumi ketika Frans menyetubuhinya layaknya seekor binatang.
“Hentikan Pi.. Ini tidak benar.. Oohh Tuhan”, Ester berteriak dengan pasrah.
Frans melambat, dia menunduk untuk mencium bibir Ester. Lutut Ester kini berada di sebelah kepalanya sendiri saat dia menemukan dirinya malah membalas ciuman Frans. Sesuatu telah mengambil alihnya. Lidah mereka kini mengembara di dalam mulut masing-masing ketika mereka saling memeluk dengan erat. Frans menambah lagi kecepatannya dan keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya, Ester semakin menekan punggungnya. Frans berguling dan Ester kini berada di atas, ‘menunggangi’ penis Frans.
“Oh Tuhan, Papi merobekku”, kata Ester ketika dia meningkat gerakannya.
“Kamu sangat rapat, aku bertaruh Johan pasti kesulitan mengerjai kamu”, jawabnya.
Ini adalah vagina paling rapat yang pernah Frans ‘kerjai’ setelah dia mengambil keperawanan isterinya. Dia meraih ke atas dan memegang payudaranya, meremasnya bersamaan lalu menghisap puting susunya lagi.
“Tolong jangan keluar di dalam.. Oohh.. Papi tidak boleh keluar di dalam”.
Ester kini menghempaskan Frans jadi gila. Mereka terus seperti ini sampai Frans merasa dia akan orgasme. Dia mulai menggosok beberapa cairan di lubang pantat Ester. Dia kemudian menyuruh Ester untuk berdiri pada lututnya saat dia bergerak ke belakangnya, dengan penisnya mengarah pada lubang pantatnya.
“Tidak, punya Papi terlalu besar, aku belum pernah melakukan ini, Tolong Pi jangan”, Ester mengiba berusaha untuk lolos.
Tetapi itu tidak cukup untuk Frans. Sambil memegangi pinggulnya, dengan satu dorongan besar dia melesakkan semuanya ke dalam pantat Ester.
“Oohh Tuhan”, Ester menjerit, dia mencengkeram ujung tempat tidur dengan kedua tangannya.
Frans mencabut pelan-pelan dan kemudian mendorong lagi dengan cepat. Payudaranya tergantung bebas, tergguncang ketika Frans mengayun dengan irama mantap.
“Oohh Papi bangsat”.
“Aku tahu kamu suka ini”, jawab Frans, dia mempercepat gerakannya.
Ester tidak bisa percaya dia sedang menikmati sedang ‘dikerjai’ pantatnya oleh mertuanya.
“Lebih keras”, Ester berteriak, Frans memegang payudaranya dan mulai menyetubuhinya sekeras yang dia mampu. Ditariknya bahu Ester ke atas mendekat dengannya dan menghisapi lehernya.
“Aku akan keluar”, teriak Frans.
“Tunggu aku “, jawabnya.
Frans menggunakan salah satu tangannya untuk menggosok vaginanya, dan kemudian dia memasukkan dua jari dan mulai mengerjai vaginanya. Ester menjerit dengan perasaan nikmat sekarang saat dalam waktu yang bersamaan telepon berbunyi. Ester menjatuhkan kepalanya ke bantal ketika Frans mengangkat telepon, dengan satu tangan masih menggosok vaginanya.
“Halo.. Johan.. Ya dia menyambutku dengan sangat baik.. Ya aku akan memanggilnya, tunggu”, katanya saat dia menutup gagang telepon supaya Johan tidak bisa dengar suara jeritan orgasme istrinya.
Dia bisa merasakan jarinya dilumuri cairan Ester. Dengan satu dorongan terakhir dia mulai menembakkan benihnya di dalam lubang pantat Ester. Semprotan demi semprotan menembak di dalam lubang pantat rapat Ester. Mereka berdua roboh ke tempat tidur, Frans di atas punggung Ester. Penisnya masih di dalam, satu tangan masih menggosok pelan vagina Ester yang terasa sakit, tangan yang lain meremas ringan payudaranya.
“Halo Johan”, kata Ester mengangkat telepon.
“Tidak, kita belum banyak melakukan kegiatan.. Jangan cemaskan kami, hanya tolong usahakan pulang cepat.. Aku mencintaimu”.
Dia menutup dan menjatuhkan telepon itu. Mereka berbaring di sana selama lima menitan, Frans masih di atas, nafas keduanya berangsur reda. Frans mencabut jarinya yang berlumuran sperma dan meletakkannya ke mulut Ester. Dia menghisapnya hingga kering, dan kemudian bangun.
“Aku pikir lebih baik Papi keluar”, dia berkata dengan mata yang berkaca-kaca.
Dia berjalan sempoyongan ke arah kamar mandi itu. Rambutnya berantakan. Frans bisa melihat cairannya yang pelan-pelan menetes turun di pantatnya, dan menurun ke pahanya.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar