[x]

Dari Email turun ke Ranjang

Namaku Rio. Beberapa pembaca mungkin sudah pernah membaca pengalamanku yang kutuangkan di situs ini. Semenjak pengalamanku dimuat, aku jadi kebanjiran email. Dari sekian banyak email-email itu, ada satu email yang dikirim dari seorang ibu yang usianya dia sebut 52 tahun. Untuk menyembunyikan identitasnya, sebut saja namanya Lilis. Aku memanggilnya dengan sebutan Mbak, jadi Mbak Lilis.



Perkenalan kami termasuk cepat. Hanya sekitar dua atau tiga kali kirim-kiriman email, kami sudah bertukar nomer handphone. Setelah itu kami mulai sering ber-SMS-ria dan mulai jarang email-emailan. Biasanya aku SMS-an dengan Mbak Lilis di atas jam 9 malam, karena di atas jam segitu suaminya baru berangkat kerja. Suami Mbak Lilis sebut saja Mas Yuda, bekerja di perusahaan IT internasional yang afiliasinya berada di Sudirman, dimana jam kerja sang suami menurut Mbak Lilis disesuaikan dengan jam kerja kantor pusatnya di London.

Sementara Mbak Lilis sendiri bekerja di salah satu perusahaan pelayaran dengan posisi yang kalau Mbak Lilis bilang gajinya cukup buat ngikutin gaya hidup metropolitan. Aku nggak tau kenapa wanita itu enggan menyebutkan posisinya. Jam kerja Mbak Lilis sebagaimana normalnya perusahaan swasta, nine to five. Otomatis Mbak Lilis hanya sempat bertemu Mas Yuda dari jam 7 malam saat tiba di rumah, sampai menjelang jam 9. Kemudian wanita itu terpaksa tidur sendirian karena anak mereka satu-satunya kuliah di Bandung dan tinggal di tempat kost-nya. Dan ketika bangun pun sang suami belum tiba di rumah, sementara Mbak Lilis sudah harus meninggalkan rumah sebelum sempat bertemu sang suami.

Itu yang Mbak Lilis ceritakan padaku lewat telepon. Dan karena seringnya kesepian, Mbak Lilis sering menghabiskan waktu sendirinya bersama teman-teman sepergaulannya. Tapi Mbak Lilis ternyata bukan tipe wanita-wanita eksekutif yang gemar clubbing, dugem, atau kegiatan malam lainnya. Wanita tersebut lebih senang kumpul bareng ibu-ibu sebayanya, arisan, senam, shopping atau sekedar nongkrong bareng makan bakmi di restoran.

Seru juga mendengar ceritanya. Kebetulan Mbak Lilis tipe orang yang dominan dan periang, jadi setiap kali kami telpon-telponan, Mbak Lilis selalu mendominasi pembicaraan. Sementara aku hanya menjadi pendengar setia. Beberapa minggu setelah telpon-telponan, kita sepakat untuk ketemu. Mbak Lilis menawarkan aku untuk main ke rumahnya.
“Iya Yo, di rumah aja lah lebih nyaman. Kalo di mall berisik” jawabnya ketika kutanya kenapa lebih suka ketemu di rumah.
“Terserah Mbak Lis deh, aku sih dimana aja juga enak” sahutku.
Kemudian kami set waktu. Kami mengambil hari kerja, karena kalau weekend tentunya Mbak Lilis menyediakan waktunya untuk sang suami.

Hari yang ditentukan pun tiba. Tadi sore Mbak Lilis sempat telpon ke handphoneku untuk memastikan. Aku pun confirm ok. Pulang kerja aku mampir ke rumah untuk makan dan mandi. Sambil menunggu waktu aku iseng SMS-an dengan beberapa temanku.
Jam menunjukkan puku setengah sembilan. Aku langsung bersiap untuk berangkat. Rumah Mbak Lilis tidak begitu jauh dari rumahku. Wanita itu tinggal di daerah Cempaka Putih. Aku melesat kesana dengan taksi. Sampai di komplek rumahnya, aku segera menelpon Mbak Lilis.
“Mbak aku udah sampai di gangnya nih, Mbak keluar ya” pintaku.
“Jangan Yo, kamu turun aja di ujung gang, terus kamu hitung 6 rumah dari ujung yang pagar krem itu rumahku” jawab Mbak Lilis.


Aku pun menuruti apa yang dikatakannya. Setelah turun dari taksi aku berjalan ke arah dalam dan menghitung.. satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. nah ini dia! Aku baru saja menekan bel yang ada di dekat pagar ketika sesosok wanita keluar dari dalam rumah dan menghampiri pagar. Wanita itu tersenyum ke arahku.
“Sampe juga Yo” sapanya. Ternyata dia Mbak Lilis. Aku tersenyum.
“Iya, nggak susah kok Mbak” jawabku sambil masuk ke dalam pagar.
Kuperhatikan wanita yang sedang menutup pagar ini. Wajahnya memang menunjukkan seorang wanita setengah baya, namun kulit wajahnya halus sekali. Tubuhnya yang sedikit gemuk terbungkus daster dari bahan linen. Kulit kuning langsatnya yang mulus terasa halus sekali ketika secara tak sengaja lengan kami bersentuhan. Rambut hitam lebatnya yang keriting dibiarkan panjang sepunggung dan masih dalam keadaan basah. Kelihatannya Mbak Lilis baru selesai mandi. Aroma sabun dan shampoo juga masih tercium dari tubuhnya.

“Heh, bengong.. yuk masuk” ajakan Mbak Lilis mengejutkanku.
“Eh.. iya Mbak” jawabku. Aku mengikuti Mbak Lilis yang berjalan masuk ke dalam rumah.
Di dalam ternyata Mbak Lilis sudah menyiapkan makan malam untukku.
“Aduh Mbak repot-repot deh” kataku ketika Mbak Lilis mengajakku makan.
“Ah kamu nggak usah basa-basi deh” ujar Mbak Lilis seraya menyendokkan nasi untukku. Aku berusaha mencegah.
“Mbak.. Mbak.. aku tadi di rumah udah makan” cegahku sambil menyentuh pergelangan tangan Mbak Lilis.
Aduh halusnya.. Wanita berwajah lembut itu pura-pura cemberut.
“Gitu deh.. kamu nggak hargain aku ya” serunya sambil merajuk.
Aku tersenyum. Gila nih orang udah kepala lima mukanya masih cute aja, pikirku dalam hati.
“Iya deh, tapi jangan banyak-banyak ya” jawabku.
Mbak Lilis pun tersenyum sambil mengangguk. Kami pun makan malam berdua sambil cerita-cerita dan cekakakan. Mbak Lilis antusias sekali membahas pengalaman yang kuceritakan di situs ini.
“Gila Yo, trus tuh ABG pada kemana sekarang?” tanya Mbak Lilis di sela-sela ceritaku.
“Masih ada Mbak, cuma udah jarang contact.. apalagi mereka nggak di sini kan” ceritaku.

Tanpa terasa sudah hampir jam sepuluh malam. Aku membantu Mbak Lilis membereskan meja bekas kami makan. Kemudian wanita itu menyuruhku menunggu di ruang TV sementara dia mencuci piring. Tak lama kemudian Mbak Lilis ikut ke ruang TV dan duduk di sofa di sebelahku. Wanita itu merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Hmm.. lengannya terasa hangat dan mulus. Kemudian Mbak Lilis melipat kakinya ke atas sofa.
“Udah nyucinya Mbak?” tanyaku basa-basi. Wanita itu tersenyum sambil mengangguk.
“Kok nggak pake pembantu sih?” tanyaku lagi.
“Nggak, males Yo.. pembantu sekarang jarang yang beres. Apalagi kalau malam begini aku sering di rumah sendirian. Takut ada apa-apa” jelasnya. Bibirku membentuk bulatan kecil.
“Ya cari pembantunya yang cewek dong Mbak” timpalku.
“Kalo dia punya pacar gimana? Trus kalo pacarnya macem-macem gimana? Hayoo.. hihihi” Mbak Lisa menjelaskan sambil mencubit hidungku gemas.
Aku membalasnya. Kemudian aku sengaja menatap wanita itu lama-lama hingga yang ditatap menjadi salah tingkah.
“Ih.. genit liat-liat” serunya.
Aku tersenyum sambil memberanikan diri merangkul pundaknya.
“Mbak Lis sexy deh” bisikku di telinga wanita itu.
Mbak Lilis tertawa manja. Kemudian wanita itu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Dekat sekali, sehingga bibir kami hanya berjarak kurang dari satu centimeter.
“Terus kalo sexy kenapa sayang?” desahnya tepat di wajahku.
Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung melumat bibirnya yang lembut. Hmm.. nikmat sekali. Mbak Lilis tampak menikmati ciuman dan hisapanku. Lidahku pun menari dengan lincah, masuk ke dalam mulut Mbak Lilis dan menjelajahi rongga mulutnya.
“mmhh.. ssllpp.. mm.. sshh” Mbak Lilis seolah tak mau kalah denganku.
Lidahnya ikut menari mengimbangi lidahku. Nafsu birahi yang mulai naik menuntun tangan wanita itu untuk merengkuh kedua pipiku. hh.. lembut sekali telapak tangannya.

Tanganku pun mulai menjelajahi lengan Mbak Lilis yang halus. Perlahan-lahan kuusap lengan dan bahunya. Mbak Lilis yang semakin terangsang mendorongku jatuh ke sofa tanpa melepaskan ciumannya. Aku mengikuti saja. Dalam sekejap tubuh montoknya telah menindih tubuhku di atas sofa. Penisku mulai tegang. Aku mencoba merentangkan kedua kakiku agar penisku bisa berada pada posisi yang benar di balik celanaku. Bibir Mbak Lilis sudah tak hanya menjelajahi bibirku, tapi juga mulai menjalar ke bagian pipi, leher dan dadaku. Perlahan jemarinya yang lentik mencopoti kancing kemejaku satu per satu. Upss.. ternyata tidak semua, Mbak Lilis hanya melepas tiga kancing di atas. Kemudian kedua tangannya melebarkan celah kemejaku dan.. aahh.. Wanita itu menjilati dadaku dengan penuh nafsu.

Kedua tanganku merengkuh rambut keritingnya yang tergerai. Perlahan tanganku mengusapi punggung dan lengan Mbak Lilis. Tanpa mempedulikan birahiku yang semakin naik, Mbak Lilis terus menjilati dadaku. Bahkan sekarang seluruh kancing kemejaku telah copot. Wanita itu menjilati perutku dengan liar.
“sshh.. Mbbakk” desahku.
Mbak Lilis menghentikan aktivitasnya sejenak. Wanita itu memandangku sambil tersenyum.
“Kenapa sayang?” desahnya. Aku tersenyum.
“Nggak pa-pa, enak banget Mbak” jawabku. Kemudian aku mengangkat tubuh montok itu hingga berdiri tegak, dan kini giliranku yang aktif. Kupeluk tubuh montok Mbak Lilis dan kujilati leher dan pundaknya. Wanita ini hanya tertawa-tawa kecil seperti meremehkan ‘seranganku’. Kedua tangannya membelai kepalaku dengan lembut, dan akhirnya bergerak melepaskan kemejaku. Kini aku telah bertelanjang dada.
“Sini sayang.. sshh.. oohh” Mbak Lilis memeluk tubuhku erat-erat sehingga dadaku dapat merasakan kenyalnya payudara wanita itu.
Aku tidak lantas diam, lidahku terus menari menjelajahi leher dan tengkuk Mbak Lilis. Wanita itu mulai merasa keasyikan. Aku pun meneruskan dengan menjilati bagian belakang telinganya, lantas mengulum dan melumat telinganya yang putih bersih.
“sshh.. Riioo.. hh” tubuh Mbak Lilis menggelinjang menahan rasa nikmat.
Aku tak peduli, lidahku terus menjalar ke bahu, dan akhirnya aku mencoba menurunkan tali daster yang tersangkut di bahu Mbak Lilis dengan mulutku.

Kedua tali daster itu sudah turun dan aku pun bisa melihat putihnya dada Mbak Lilis. Aku baru sadar kalau sejak tadi wanita ini tidak mengenakan bra. Aku pun menjadi gemas dan mulai meremas kedua payudaranya yang montok namun sudah agak turun.
Mbak Lilis merebahkan tubuhnya di atas sofa agar bisa lebih menikmati remasanku. Sementara itu kedua tangan Mbak Lilis kembali merengkuh kepalaku untuk mengajak berciuman. aahh.. lagi-lagi aku merasakan kehangatan bibirnya. mmhh.. nikmat sekali. Birahiku semakin naik. Tanganku pun berpindah ke lengannya untuk menurunkan seluruh tali dasternya. Sekarang daster itu sudah turun sampai ke pinggang. Uuhh.. aku bisa melihat dada Mbak Lilis yang putih bersih. Kedua tanganku meremas payudara yang kenyal itu dan kujilati putingnya.

“Sshh.. ohh.. Rio.. sshh” Mbak Lilis mendesah menahan rasa nikmat.
Aku tak peduli. Lidahku terus menjelajahi puting dan payudaranya secara bergantian. Kiri.. kanan.. kiri.. kanan.. sementara kedua tanganku tak henti-henti meremasnya.
“Sshh.. Riioo” tiba-tiba Mbak Lilis bangkit dan memeluk tubuhku erat sekali. Hmm.. payudaranya yang hangat pun menempel ketat di dadaku. Nikmat sekali. Mbak Lilis mendesah panjang sambil membenamkan wajahnya di bahuku. Aku mengangkat kepala wanita itu dari bahuku.
“Kenapa Mbak?” tanyaku setengah berbisik.
Mbak Lilis tersenyum agak tersipu, lantas menggeleng. Kedua tangannya yang lembut membelai pipiku.
“Nggak pa-pa.. Yo” desahnya.
Wajahnya terlihat habis menuntaskan sesuatu. Aku langsung menyimpulkan bahwa wanita di hadapanku ini baru saja melepas orgasmenya. Aku tersenyum sambil mencubit payudara Mbak Lilis.
“Udah keluar ya Mbak?” bisikku setengah menggoda.
Mbak Lilis tersenyum geli sambil mengangguk. Aku pun tertawa. Wanita itu malah mencubit pinggangku.
“Ketawa lagi.. awas ya kamu, ntar aku bikin kelojotan baru tau rasa.. hihihihi”
Mbak Lilis langsung mendorong tubuhku hingga jatuh di sofa lagi. Kemudian dengan liar wanita itu mencoba melepas ritsleting celanaku. Tak diperdulikannya daster yang sudah mawut-mawut di tubuhnya itu. Aku membiarkan Mbak Lilis menelanjangiku. Dan tak lama kemudian tubuhku sudah lolos tanpa busana.

Mbak Lilis tersenyum melihat batang penisku yang mulai tegang. Digelitiknya daerah sensitifku dengan rambutnya yang panjang. Hmm.. geli-geli enak. Mbak Lilis kemudian meneteskan air ludahnya ke atas kepala penisku. aahh.. aku merasakan enak ketika air ludah itu menyentuh lubang kencingku. hh.. tubuhku sedikit bergidik. Dengan jemari lentiknya, Mbak Lilis meratakan air ludah yang membasahi penisku. Dengan lembut wanita itu mengusap seluruh permukaan penisku yang sudah licin. hhmm.. nikmat sekali. Kelima jemari lentiknya mengusap dan menjepit pangkal penisku, dan.. ahh.. Mbak Lilis mulai menjilati kepala penisku yang sudah basah.

Lembut sekali lidah wanita ini. Sementara tangan Mbak Lilis mengocok bagian pangkal penisku, lidahnya lincah menjelajahi kepala dan leher penisku. Dijelajahinya seluruh daerah sensitifku. Dan sebagai ibu-ibu yang sudah lama menikah, Mbak Lilis lihai sekali mencari titik-titik rangsangku. Akhirnya batang penisku masuk ke dalam mulutnya yang hangat. Ahh.. nikmat sekali. Kulihat kepala Mbak Lilis naik-turun mengikuti irama kenikmatan yang diberikan padaku. Sebelah tangannya yang sejak tadi diam saja kini merayapi daerah perutku. Uuuhh.. nikmatnya. Birahiku semakin memuncak. Tak tahan kedua tanganku pun meremas rambut Mbak Lilis yang lebat. Wanita itu bagai tak peduli terus menjilat, mengulum dan mengisap batang penisku.
Birahiku yang semakin naik menuntunku untuk mengangkat tubuh Mbak Lilis naik ke atas tubuhku. Wanita itu tersenyum senang melihat birahiku yang menyala-nyala. Aku meloloskan daster yang masih menyangkut di pinggangnya. aahh.. gila, ternyata Mbak Lilis juga tidak mengenakan celana dalam sejak tadi.

Kini kami berdua sudah sama-sama telanjang bulat. Mbak Lilis duduk di atas pahaku, kedua tangannya merangkul leherku. Aku memeluk pinggang Mbak Lilis yang dihiasi sedikit lemak itu.
“Sekarang Yo?” desahnya.
Aku tersenyum sambil menggeleng. Kemudian secara mengejutkan aku memutar posisi hingga Mbak Lilis kini yang duduk di sofa. Wanita itu sempat menjerit sesaat. Detik berikutnya dengan buas aku mengangkat sebelah paha Mbak Lilis yang mulus ke atas sandaran sofa. Aku memperhatikan vagina Mbak Lilis yang ditumbuhi bulu lebat sekali. Hmm.. terus terang bagiku kurang nikmat menjilati vagina wanita yang ditumbuhi bulu yang lebat.

“Mbak bulunya banyak banget” seruku. Mbak Lilis mengangguk.
“Iya, nggak pernah dicukur. Aku nggak berani” jawabnya. Aku tersenyum penuh arti.
“Aku cukurin ya Mbak” pintaku. Mbak Lilis terlihat terkejut.
“Hah.. terus gimana?” tanyanya setengah bingung.
“Ya nggak gimana-gimana hihihi.. Mbak ada cukuran?” tanyaku.
Tanpa diminta dua kali Mbak Lilis bangkit menuju kamar tidurnya dan beberapa saat kemudian kembali dengan sebuah alat cukur manual.
“Oke.. aku cukur ya, mau model apa Mbak? Hihihihi” godaku.
“Apa aja deh, abis juga boleh hihihi” jawab Mbak Lilis.
Aku pun mulai beraksi. Kucukuri seluruh bulu yang tumbuh di daerah kemaluan Mbak Lilis sampai bersih, diiringi desahan-desahan manja si pemilik bulu.
“Udah Mbak” seruku. Mbak Lilis melongok ke bawah.
“Hihihi.. botak abis, aku cuci dulu ya”
Mbak Lilis pun ke kamar mandi untuk membersihkan bulu-bulunya. Tak lama wanita itu kembali ke ruang TV.
“Taraa” serunya menirukan suara terompet sambil merentangkan kedua tangannya. Aku tertawa melihat gayanya.
“Waahh.. mulus abiss” seruku.

Dengan gemas Mbak Lilis menghampiriku dan memeluk tubuhku. Aku pun memutar tubuh hingga Mbak Lilis kembali duduk di sofa. Seperti tadi aku mengangkat paha Mbak Lilis dan kudekatkan wajahku ke arah vaginanya. Hmm.. aroma kewanitaannya langsung tercium. Dengan lembut kujilati sekeliling vagina dan selangkangan Mbak Lilis sebelum akhirnya aku bergumul dengan bibir vaginanya yang masih rapat.
“sshh.. Rioo.. aahh” Mbak Lilis menggelinjang menahan nikmat.
Lidahku semakin liar menjelajahi vagina Mbak Lilis. Jemariku pun ikut membantu melonggarkan liang vaginanya agar aku bisa menjilati klitoris Mbak Lilis. Tubuh Mbak Lilis terus menggelinjang tak karuan. Nafasnya tidak teratur. Desahan-desahan menahan nafsu terus keluar dari bibirnya.
“Riioo.. sshh” desahan panjang Mbak Lilis kembali terdengar.
Bersamaan dengan itu dari vagina yang tengah kujilati pun keluar cairan kewanitaannya. Hmm.. aku langsung menghirup cairan itu sambil menyedot dinding vagina Mbak Lilis. Tubuh Mbak Lilis sampai terlonjak.
“sshh.. cukup sayang.. sekarang kasih yang aslinya dong” pinta Mbak Lilis seraya mengangkat tubuhku.
Aku tersenyum sambil mengangguk. Perlahan aku mulai mengarahkan batang penisku ke vagina Mbak Lilis. Pelan-pelan kumasukkan sedikit demi sedikit. Dan.. ssllpp.. aahh.. penisku pun amblas dalam hangatnya vagina Mbak Lilis. Wanita itu merintih sejenak. Kemudian aku menggoyang-goyangkan pantatku untuk berbagi kenikmatan dengan Mbak Lilis.

“Oohh.. oohh.. sshh.. aahh” desahan dan erangan kami saling bersahutan.
Kami betul-betul menikmati permainan. Vagina Mbak Lilis terasa hangat sekali mengulum penisku. Kedua tangan kami saling berpegangan. Kira-kira lima belas menit kemudian aku mulai merasa dinding vagina Mbak Lilis berdenyut dan cengramannya semakin kencang. Desahan Mbak Lilis pun semakin liar. Tak lama kemudian aku merasakan ada cairan yang membanjiri penisku dari dalam vagina Mbak Lilis. aahh.. wanita itu orgasme lagi. Kulihat Mbak Lilis tersenyum simpul.

Kemudian kami berganti posisi. Mbak Lilis nungging di sofa sambil berpegang pada sandaran, dan sambil berdiri kembali kutembus liang kenikmatan wanita itu dengan penisku. Uuuhh.. kedua tanganku memegangi pinggul Mbak Lilis yang ikut maju-mundur karena goyanganku. Kuusap pantat Mbak Lilis yang halus dan mulus. Bosan dengan posisi tersebut, kami berganti lagi. Kali ini aku duduk di sofa dan Mbak Lilis duduk di atas tubuhku. Hmm.. hangat sekali tubuhnya. Mbak Lilis cukup lihai memimpin permainan. Pinggulnya tak hanya maju-mundur tapi juga memutar sehingga memberi sensasi nikmat yang luar biasa pada penisku. Aku memeluk tubuh montok Mbak Lilis erat-erat hingga payudara wanita itu menempel di wajahku. Huuff.. lidahku segera menjulur keluar untuk menikmati kenyalnya puting susu Mbak Lilis. Sesekali kugigit dengan pelan. Wanita itu berkali-kali menjerit di tengah desahan nikmatnya.

Setelah beberapa menit aku mulai merasa spermaku akan muntah dari penisku.
“aahh.. ahh.. Mbak.. udah mau nyampe nih” desahku.
Mbak Lilis tersenyum sambil terus mendekap kepalaku.
“sshh.. iya Yo.. aku juga nih, tungguin yaa” desah Mbak Lilis seraya mencium bibirku.
Ugghh.. lumatan bibir Mbak Lilis membuatku semakin tak kuasa menahan kendali. Kucengkeram pinggang Mbak Lilis yang tengah bergoyang hebat agar wanita itu berhenti bergoyang.
“sshh.. kenapa sayang?” tanya Mbak Lilis. Aku tersenyum.
“Nggak pa-pa, nunda sebentar Mbak.. hihihi” jawabku. Mbak Lilis mencubit dadaku gemas.
“Dasar ya” desahnya manja. Wanita itu memeluk tubuhku erat. aahh.. hangat sekali tubuhnya.
“Terusin Mbak” bisikku sambil menjilati telinganya.
Tubuh Mbak Lilis kembali bergoyang. aahh.. betul-betul nikmat. Gairahku semakin memuncak, dan aku juga mulai merasa dinding vagina Mbak Lilis berdenyut.
“Rioo.. bareng ya.. keluarin di dalam aja” desah Mbak Lilis.
Aku mengangguk. Mbak Lilis semakin mempercepat goyangannya. Aku pun membantu dengan menggoyangkan pinggangku. aahh.. ahh.. penisku semakin cepat keluar masuk vagina Mbak Lilis, dan.. Croott.. crott.. crroott.. croott.. ccrroott.. ccroott.. Entah berapa kali penisku menyemprotkan cairan sperma kuat-kuat ke dalam vagina Mbak Lilis.

“aawww.. kamu duluan ya sayang.. hihihihi” desah Mbak Lilis.
Aku tersenyum kecut seraya memeluk tubuh Mbak Lilis. Dengan sisa-sisa yang ada aku mencoba menggenjot tubuhku untuk membuat Mbak Lilis mencapai puncak. Dan..
“aahh.. sshh.. Riioo” Mbak Lilis kembali mengeluarkan desahan panjang seiring membanjirnya vagina wanita itu.
Dengan tubuh agak lemas kami berpelukan. Penisku masih tertancap di dalam vagina Mbak Lilis.
“sshh.. makasih ya sayang, aku udah lama banget nggak ngerasa kayak gini” desah Mbak Lilis di sela-sela kecupan bibirnya.
“Iya.. makasih juga untuk pengalamannya Mbak hihihi” jawabku.
Mbak Lilis memelukku dengan gemas dan melumat bibirku habis-habisan. Malam itu akhirnya aku menginap di rumah Mbak Lilis. Aku tidak ingat berapa kali kami memacu birahi bersama. Hampir setiap sudut rumah itu kami pakai. Di ruang TV, ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi dan juga dapur. Yang kuingat kami tertidur di ranjang Mbak Lilis sekitar jam 3 pagi. Kemudian Mbak Lilis membangunkanku jam 7 pagi. Kulihat wanita itu sudah segar kembali lengkap dengan pakaian kantornya.
“Mandi dulu sayang.. kamu juga kan mesti ke kantor” desah Mbak Lilis seraya membangunkanku.

Aku harus kembali ke rumah dulu sebelum ke kantor karena aku tidak membawa baju. Setelah mandi, aku berangkat bareng Mbak Lilis dengan taksi yang dipesannya ke rumah. Oke, sampai di sini dulu pengalamanku dengan Mbak Lilis. Aku belum tau bagaimana selanjutnya hubungan kami. Yang jelas kami masih sering SMS-an dan telepon. Tunggu saja cerita selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...